Februari 09, 2012

Logika Sederhana Isra' Mi'raj



Jas hitam yang saban hari tergantung di balik pintu ketika itu malam hari diraih dan dipakai sang empunya. Pesawat telah menyempurnakan take off-nya membawa serta pemilik jas hitam. Jakarta yang ditujunya tak lebih dari sejam perjalanan dari surabaya. Sekembalinya pun dari jakarta menuju surabaya tak membutuhkan waktu melebihi bilangan jam. hingga bisa dikata, perjalanan pulang-pergi dari dan menuju surabaya-jakarta tidak sampai menghabiskan seluruh tubuh malam.


Saat tiba kembali di surabaya, jas hitam itu kembali menempati posisinya, mengibadahi takdirnya, tergantung di balik pintu. Seketika itu, dari balik salah satu sudut sakunya yang gelap pekat menyembul benda hitam kecil, kecil sekali, bergerak-gerak keluar. Benda yang bergerak? Oo, rupanya seekor hewan dari bangsa semut! gerakannya lambat sekali. maklum, hewan renik. kalau kiranya kurang setuju dengan penyebutan renik, ya, katakan saja hewan kecil, kecil, kecil sekali..



Semut hitam kecil lambat itu, nampak sedang bergegas menemui kaumnya sesama semut. Lalu sambil polosnya berkata; "Oiii, mas bro sekalian, aku baru saja melakukan perjalanan pulang pergi surabaya-jakarta hanya dalam waktu tak lebih dari 3 jam!!".



hmm, tentu ada pasti tahu, Kira-kira apa yang ada dalam benak kaumnya ketika mendengar deklarasi semut hitam kecil lambat itu. Beberapa di antaranya bila mungkin boleh kudahului tangkapan anda; Bullshit! kau dusta!, Dasar omong besar!, sudah gilakah kau!, setan mana yang telah menyusup jiwamu?!, igauan seorang dukunpun lebih mulia daripada omonganmu. entah telinga mana lagi yang mampu menampung umpatan dan makian itu.



Sekilas nampak absah bila kaumnya tak sedikitpun memberikan hatinya mempercayai semut "traveller" itu. Siapapun mesti seiya dengan pendapat kaumnya. bagaimana tidak, seekor semut kecil, kecil sekali, mampu melakukan perjalanan pulang pergi Surabaya-Jakarta hanya dalam tempo tak kurang dari tiga jam. Jangankan Surabaya-Jakarta, berlarinya semut yang tercepat sekalipun, katakanlah sprinter tercepat yang pernah dimiliki kaum semut, sedikitpun takkan mampu menuntaskan perjalanan dari ujung ke ujungnya Kebun Binatang Surabaya.



Hujat dan serapah kaum semut terhadapnya, sekali lagi, nampak wajar dan pantas bahkan proporsional. Kalau perlu timpukan, tinjokan dan bogeman keras pada seekor semut itu pun takkan sedikitpun mengurangi kepantasan perlakuan karena bualannya. Tidak ada yang salah dengan perlakuan kaumnya terhadapnya. Baik buruknya perlakuan kaum semut padanya menjadi terlegalkan karena separalel dengan rasionalitas kaum semut. Tajamnya hujatan dan kerasnya kebengalan hati untuk mempercayai kesaksian semut hitam kecil itu dikarenakan mereka, kaum semut, belum memberanjakkan cara pandangnya pada pemikiran yang lebih tinggi melebihi logika kaum semut. Mereka masih terkungkung pada rasionalitas skala kodrat kaumnya.



Padahal ada kisah yang belum terceritakan bahwa semut hitam kecil itu tidaklah mengalami travelling dengan kemampuan dirinya. Tidak ada peran yang menuntut semut hitam kecil itu memperpendek jarak tempuh Surabaya Jakarta, bolak balik. Pun sama sekali tak ada sumbangsih andil dari semut "travelling" itu. Semut kecil beruntung itu hanya merasa telah benar-benar mendapati dirinya berada di kota berbeda yang terpaut terlampau jauhnya hatta bilapun ia bersikeras berpikir, merumuskan modus operandi, menyusun skenario hingga menghimpun seluruh kemampuan tunggalnya sebagai semut, maka tak sekalipun ia benar-benar menemui impian yang ditujunya.



Hanya ada satu probabilitas logis yang kuasa mengantarkan semut pada impian muluk-muluknya. Ia harus keluar dari kekerdilan rasionalitas kodratnya. Ia musti melucuti egoisme kepercayaannya pada kemampuan tunggalnya sebagai makhluk kaum semut. Kudu ada peran besar dari sang pemilik kekuatan besar melebihi kekecilan kekuatan semut kecil itu. Semut wajib menyadari secara mutlak bahwa tak ada daya dari dirinya selain daya yang kuasa mengatasi segala daya kaum semut lemah.



Tak pelak, dalam sebuah perjalanan akbar semut, wajib ada kekuatan teramat besarnya yang kuasa memperjalankan semut. Ya, memperjalankan! Bukan berjalan dengan kemampuan kodrati semut yang dhoif. Perjalanan fenomenal dan kontroversial sang semut kecil lemah hanya lantaran diperjalalankan. Diperjalankan dengan kekuatan super besar di luar ambang batas kemampuan kaum semut kecil yang dhoif.



. . . . . . .



"Maha Suci Dia Yang telah memperjalankan hambaNya pada malam hari dari masjidil haram ke masjidil aqsha yang kami berkahi sekelilingnya" (Al-Isra' :1)

0 komentar:

Posting Komentar