Mei 30, 2010

TERNYATA KITA AHLI WARIS PENDIRI PERADABAN DUNIA

“ Tongkat kayu dan batu jadi tanaman,,” sempat menjadi bait lagu yang populer. Koes Plus sepertinya tak membual. Mereka benar-benar tahu makna apa yang terkandung sepenggal bait ini. Ungkapan dalam bait ini bukanlah isapan jempol belaka. Ia ada. Ia fakta tak terbantahkan meski kadang bagi kalangan yang kerap underestimate ungkapan bait ini hanyalah tak lebih dari narsisme bullshit.

Namun bagaimana bila ungkapan sejenis terlontar dari mulut dan buah pikir seorang ilmuwan yang sama sekali tiada darah Indonesia ia punya. Ilmuwan asing yang tentu tak ada keuntungan baginya untuk mengatakan pada dunia bahwa negeri kita adalah surga dunia sesungguhnya yang kerap diperbincangkan dalam ceritera rakyat antar bangsa. Prof Arysio Santos, begitulah nama ilmuwan geologi dan fisika nuklir berdarah Brasil ini, telah mengungkapkan pada dunia bahwa di sini, di negeri khatulistiwa ini pernah berdiri sebuah peradaban besar, peradaban Atlantis yang melegenda, induk dari peradaban bangsa-bangsa di dunia.

Sungguh, prof Arysio santos pun tak mengada. Ia korbankan kurun waktu 30 tahun untuk meneliti lokasi sebenarnya dari benua yang hilang tersebut, benua Atlantis.
Berbekal kepakarannya dalam ranah geologi dan fisika nuklir disertai pengetahuannya yang luar biasa tentang ceritera yang termaktub di berbagai kitab suci dari seluruh bangsa, sang Profesor menegaskan bahwa lokasi sebenarnya benua Atlantis yang hilang tenggelam adalah di wilayah Timur Jauh, tepatnya tidak lain Indonesia.

Penegasan Prof Santos dalam bukunya tersebut tak pelak mematahkan klaim para peneliti terdahulunya. Di mana tak satupun terbersit dalam pikiran mereka bahwa di Timur Jauh, di Indonesia inilah tanda-tanda yang digambarkan Plato dalam rangkaian dialog di kedua bukunya, Timaeus dan Critias, sangat berkesuaian. Menurut Profesor, klaim situs Atlantis lainnya di luar wilayah timur jauh ini terkesan sangat dipaksakan. Fakta geologis maupun temuan artefak arkeologis sama sekali tak mendukung untuk dijadikan hujjah sebagai lokasi tenggelamnya benua Atlantis. Maka klaim lokasi Atlantis di wilayah Kuba dan perairan Karibia; Kreta Cyprus, Malta dan lokasi mediratenia lainnya; paparan Celtic, Maroko, dan Tartessos; Antartika dan Samudra Arktik kesemuanya berani ia tolak.

Keberaniannya tak hanya berdasar dari kepakarannya, namun ia ternyata pula sangat luas khazanah pengetahuannya tentang tradisi-tradisi antar bangsa yang menurutnya menceritakan satu peristiwa yang sama. Ditambah lagi pengetahuannya yang luar biasa tentang Bahasa Sansekerta dan Dravida (bahasa kuno bangsa Indonesia dan India) yang menurutnya lagi adalah bahasa asli bangsa Atlantis. Banyak istilah yang berkenaan dengan atlantologi bersumber pada dua bahasa tersebut. Salah satunya atlantis. Atlantis tersusun dari kata “atta” dan “ala”. Yang pertama bermakna daratan yang luas / benua, yang kedua bermakna tenggelam.

Satu hal yang menarik untuk digarisbawahi dalam buku ini adalah bahwa semua peradaban di muka bumi ini bersumber dari peradaban Atlantis ini. Terhitung dari peradaban Mesopotamia, Babilonia (mesir); Yunani; Romawi; Suku Maya, Inca dan Aztec (meksiko) hatta pasca renaissan pun tak bisa dipungkiri merupakan hasil sebarannya. Ragam bahasa, olah teknologi (terutama cocok tanam), ceritera legenda maupun mitologi pun tak lepas dari pengaruh hasil difusi dari kebudayaan Atlantis yang tenggelam. Statemen ini berdasar dari keternyataan bahwa ragam kebudayaan yang ada di muka bumi ini memiliki satu keserupaan.

Mari kita tengok satu contoh kasus. Kuil Suku Maya yang kesohor ternyata memiliki kemiripan yang nyaris sempurna dengan Candi Sukuh yang ada di Jawa Tengah. Piramida pun begitu –meski tak benar-benar sama-. Kuil Maya, Candi Sukuh maupun Piramida Mesir tak lain adalah replikasi dari bentuk sebuah gunung (tepatnya gunung berapi). Bukankah mesir tak memiliki gunung?! Lantas dari manakah inspirasi sang arsitek Piramida bila tidak dari negeri yang kaya akan gunung. Tentu dunia mengakui bahwa di indonesialah tempat bertaburannya gunung berapi, wilayah Indonesia kesohor sebagai zona sabuk api. Dari sinilah satu bukti bahwa sang inspirator, sang kreator yang membangun peradaban mesir dan lainnya adalah sisa bangsa Atlantis yang selamat berdifusi eksodus dari negerinya yang terlanda musibah bah semesta.

Akhirnya, dari buku setebal 670-an halaman yang sarat akan pembahasan dari literatur-literatur kuno baik kisah hasil petualangan para penjelajah legendaris kuno maupun peta kuno beserta gambaran geografis benua atlantis kita bisa meneguhkan kembali bahwa tak salah mbah buyut kita mengklaim negeri ini dengan ungkapan gemah ripah loh jinawi. Subur, makmur, sejahtera dan jaya. Semoga mata kita ini yang telah lama terpejam (atau sengaja dipejamkan) karena keterpurukan (dan dipurukkan) segera membelalak kembali. Nyala nyali jiwa kita yang bertahun-tahun melemah semoga bersuar kembali. Mari kita kenali dan gali kembali riwayat lampau mbah buyut kita. Kita adalah bangsa besar. Bangsa yang melahirkan peradaban bangsa lainnya. Kita adalah pemilik silsilah tertua dari kekerabatan umat manusia. Kenyataan pengetahuan ini sengaja dikaburkan dan dinafikan (terutama oleh bangsa barat) hanya untuk membodohi kita. Hatta bila kita merasa bodoh dan rendah diri maka mereka pun bisa menganeksasi kekayaan kita yang kesohor sepanjang zaman.
Read More......

Mei 20, 2010

FENOMENOLOGI SYNDROME MISKIN


Jangan kau tanyakan tentang kemiskinan!! Membicarakan kemiskinan di negeri yang konon sesepuh negeri ini menarsiskannya sebagai surganya dunia ini, tak ubahnya meremah angin. Di negeri yang pernah didendangkan Koes Plus sebagai “…bukan lautan tapi kolam susu,,, tongkat kayu dan batu tumbuh tanaman…”, mempertanyakan kemiskinan seperti halnya merubah arah arus sungai. Ia sesuatu yang tak mudah disentuh dengan sekadar piranti pemahaman fisik. Di sini, kemiskinan seumpama kode-kode abstrak yang terpahat menjelajari sekujur dedinding Chichen Itza, kuil piramida peningalan suku maya. Ironi kemiskinannya sama sulit dipahaminya dengan aksara hierogliph (aksara paku) hamurabi babilonia kuno. Bahkan kemiskinan di negeri Indonesia ini setakkasatmatanya dengan eksistensi pola gerak energi prana yang terinisiasi oleh sang praktisi, meski sungguh sebenarnya ia menggeliat ada di balik ketakkasatmataannya. Keberadaannya absurd untuk dicerna. Ia simbol wujuuduhu kaadaamihi, adaamuhu kawujuudihi. Ke-ada-annya tak murni ada. Nisbinyapun tak benar-benar tiada.

Jangan lagi kau tanyakan tentang kemiskinan!! Aku tak sanggup untuk menjelaskannya. Bukan aku tak tahu apa itu miskin. Justru aku malah sungguh mengenali apa itu miskin. Sehari-hari Ia selalu dekat padaku dan tak pernah mau jauh dariku. Hubunganku dengannya terjalin sangat mesra dan intim. Kadang pada titik-titik tertentu kita pernah mengalami pencapaian hubungan setinggi level harmonis. Mungkin kalau diperkenan, hubungan ini tak ubahnya sekelas visi hubungan yang selalu diidamkan setiap orang, sakinah mawaddah wa rahmah, begitu Al Quran mengistilahkan. Namun ironisnya, kedekatan itu masih juga belum mampu memberikan sebentuk pemahaman yang utuh padaku tentang apa itu miskin. Miskin bagiku tak ubahnya hidung di haluan wajahku. Ia tiada berjarak dariku. Ia tak akan pernah kutahu entitasnya jika kutak pernah berusaha mencoba memperdekatkan jarak pandang mataku padanya. Eksistensinya mengada jika kurehatkan sejenak mataku dari cakupan jauh pandang mata. Ia akan selalu niskala jika ekor mataku enggan berhenti mengibaskan pandangan pada ambang batas kapasitas jangkauan pandang mataku. Hidung pun hanya akan menampakkan sebagian dari sisi tubuhnya bila kujamah ia melalui salah satu dari sepasang mataku. Jika sepasang mata ini pun kukerahkan juga untuk menatapnya, maka yang ada adalah kebiasan. Hidung membias dari pandang mata. Membias di antara ada dan tiada. Miskin seumpama Hidung, dekat tapi pekat.

Sekali lagi kukatakan, jangan tanya teorema miskin!! Aku tak punya referensi yang akurat untuk itu. Memang beberapa sumber pijakan linguistik baik secara epistimologis maupun morfologisnya pernah kutemukan membicarakan miskin. Tapi, Beragam referensi yang ada hanya mampu beretorika di sebatas ranah sampul. Uraiannya belum mengupas sisi terdalam dari sebuah miskin. Hakikat miskin sampai saat ini masih terdapat di alam uninong uning unong, begitu tutur sang pendaki kemakrifatan jawa. Ia ada di antara ketidakadaan pengetahuanku tentang ke-ada-annya. Ia bersemayam di kesenyapan. Ia memeram diam kediriannya di atas onar orang-orang ribut memperdebatkan teori sejatinya. Sampai saat ini belum ditemukan titik kesepakatan dan kesepahaman tentang miskin. Rumusan yang tepat benar-benar mengabur. Konsep lughatan atau istilahan-nya benar-benar majhul. Ia tak bisa terjamah dari sekadar rumusan asumsi akademisi.

Berhentilah menanyakan kata miskin!! Cukuplah engkau sebatas tahu miskin seperlunya. Kau akan terjebak pada pusingan kebingungan bila kau masih saja berkutat terus menerus pada tataran tematik. Miskin tak cukup dikenali melalui kacamata teks. Ia mesti pula digali secara konteks. Miskin selama ini hanya diformulasikan pada kenyataan fisik. Padahal sejati penampakan fisik tak melulu mencerminkan realitas sebenarnya dari sebuah substansi. Realitas lahiriah kemiskinan sampai saat ini justru lebih banyak mengemuka sebagai kamuflase. Sesekali ia nampak kelihatan, tapi sejenak pula ia tenggelam dari pandangan.

Sudahlah, tak usah kau tanyakan itu lagi!! Bisakah kau menjamin kelebatan orang yang penuh dengan atribut dan simbol kemiskinan adalah sebenar-benarnya objek kemiskinan yang selama ini kita cari?! Atau bilakah ia enggan melegalkan asesoris miskin pada tubuhnya sebagai identitas kemiskinan juga adalah memang benar-benar bukan subjek miskin?! Atau bisa juga ada kemungkinan lain, beberapa oknum yang secara lahir sangat jauh dari kepantasan menyandang predikat miskin juga terbebas dari sindrom kemiskinan?!

Cukup! Tak perlu kau pertanyakan itu lagi!! Karena sampai detik ini, aku pun tak pernah habis berpikir. Oknum yang secara audit metematis bukanlah lagi pantas disebut sekumpulan orang dengan kemampuan finansial nol koma sekian rupiah. Oknum yang secara mata lahir adalah segerombolan orang dengan perbendaharaan rupiah melimpah. Ya, oknum-oknum inilah yang saban hari di setiap pentas siklus kepemimpinan pemerintahan kami tiada henti-hnetinya mempertontonkan tabiat kemiskinan yang mengurat. Kemasan perlente penampilannya tak memberi jaminan bahwa mereka merdeka dari rongrongan mental miskin. Properti yang mereka miliki hanyalah menjadi legalitas artifisial untuk mengelabui bahwa mereka sebenarnya miskin. Tengoklah, berapa duit yang mereka util dari kas dan jalur yang tak selayaknya. Berapa ribu nol rupiahkah yang mereka rampok hanya sekadar memenuhi nafsu mental miskinnya yang sejatining raga tiada sesiapalah ia orang miskin. Berapa banyak sindikasi korupsi oleh begundal-begundal “white collar” yang mengurat mengulat. Betapa ironisnya, sungguh materi berlimpah yang meningkahi kehidupan mereka sehari-hari ternyata tak cukup membuat mereka merasa berada. Keberadaaan materi yang selalu tersedia ternyata tak mampu memungkasi naluri miskin mereka. Sebenarnya, sejatining rasa, mereka adalah miskin sebenar-benarnya. Bedanya, mental miskin mereka berkedok dan terjebak dalam wadag raga kaya.

Lagi-lagi, jangan pernah lagi kau tanyakan itu lagi!!. Hanya penat yang kau dapat bila hanya berputar-putar sia-sia meributkan miskin. Bila kau ada sesempat waktu, cobalah sesekali berbaur, atau bila perlu menyemplunglah ke dalam komisi amil zakat ad hoc yang biasa muncul dan tersebar merata di belahan lingkungan mana saja saat idul adha menjelang. Komisi “kagetan” inilah yang membidani lintasan distribusi vertikal harta dari si berharta menuju si miskin. Cobalah diingat-ingat momen idul adha yang baru saja berselang. Amatilah saat timing pendistribusian yang berlangsung. Adakah semuanya benar-benar miskin?! Apakah himpitan kemiskinan jualah yang mendorong mereka berkerumun berebut jatah harta yang memang hak mereka?! Jika memang mereka benar-benar tercekik tangan seram miskin, adakah mereka mengambil sesuai dengan jumlah jatah hak mereka?! Bukankah kesempatan untuk memanipulasi jumlah jatah yang diperuntukan untuk mereka mudah dimanipulasi?! Bukankah tak sedikit pula beberapa oknum yang terendus dan teringkus menggunakan jumlah jatah melebihi jumlah hak yang seharusnya mereka terima?! Tidakkah mereka telah menyerobot hak orang miskin lainnya yang tiada kebagian mendapatkan hak jatah mereka?!.

Belum tuntas persoalan sang miskin diketengahkan, kita pula dibuat tergeleng-geleng dengan tingkah sang empunya harta kurban. Kurban yang telah diritualkan tak murni berangkat dari kerelaan jiwa. Sebelum hewan kurban di-”eksekusi”, beberapa bagian favorit dari badan hewan telah disepakati bersama untuk disisihkan sebagai hak otonomi penuh dari si empunya kurban. Sebelum harta kurban didistribusikan, daging pilihan dari beberapa anggota badan si hewan telah menjadi hak milik kembali dari peng-kurban. Ekstrimnya lagi, modus ini sudah termaktub dalam MoU (Memorandum of Understanding) antara si pengkurban dengan tim komisi.

Belum pula kita selesai bernapas sejenak, kita pun dibuat tersedak oleh ulah komisi. Tahukah anda justru di sinilah, letak sentral terparah terselenggaranya tingkah mental miskin. Jangan kaget bila kau melihat beberapa oknum komisi saling berebut jatah bagian teristimewa dari properti kurban. Sudah lumrah bila mereka di samping mendapatkan jatah lebih besar dari jatah kaum miskin sebenarnya, mereka tak segan dan sungkan berebut bagian kepala –bagian yang cenderung memiliki nilai ekonomis yang tinggi-- . memang jatah yang mereka dapatkan absah secara yuridis agama. Hak mereka memang termaktub jelas dalam dalil kitab. Namun, persentase kelayakan menerima jatah jauh melampaui jumlah jatah sebenarnya. Bahkan sebelum momen pendistribusian digelar, aksi util tanpa sepengetahuan anggota komisi yang lain tergelar, meski kadang dengan wajah innocent mereka tak risih menampakkannya di tengah anggota lainnya.Betapa kokohnya pilar mental miskin di relung jiwanya.

Sudahlah, sudah. Berhentilah kau mempertanyakan hal itu lagi!! Sobat, teorema miskin adalah teorema relativitas yang tiada terukur dengan angka-angka pasti. Kmiskinan sejatinya bukan hanya berada dalam ranah nominal harta. Jauh dari itu, kemiskinan berhulu dari kebersahajaan jiwa. Kemiskinan yang hakiki tiada pernah bisa diterjemahkan dengan perangkat akademis yang selalu berpedoman pada suatu sistem metodologi tertentu yang rumit, kaku nan berliku. Kemiskinan sejati hanya bisa dijangkau melalui interpretasi jiwa. Miskin adalah persoalan jiwa yang berpijak pada seberapa qonaah dan bersyukurnya kita terhadap kenyataan kesempatan kepemilikan kita terhadap harta. Miskin bukanlah takdir baku jalan kita, melainkan sebuah pilihan jiwa. Konglomerat bisa selalu bermental melarat jika cita rasa syukurnya telah lama sekarat. Si miskin papa pun akan senantiasa hidup dalm keberlimpahan cita sentausa bila defisitnya harta tak mampu mengusik qonaah-nya jiwa.

(Selamat hari Anti korupsi 9/12)
Say NO to Corrupt!!,,,. Don’t Judge Other. Start first From and By Ourselves!!...
Read More......

TRAGEDI SEPI??


knp y prbncangan hari2 ini kok bnyak yg mrasa sepi. tak satu dua yg qtemui yg trlontar psti sepi. tulisan pun trbaca sepi. mski tuts2 gemeletak brbunyi, yg trkirim pun sinyal sepi. apakah sepi itu pilihan ato,, kiriman(Nya)?! klo mang pilhan, sepikah yg memilih qt, atokh qt yg memilih (me) sepi?! klo mang sepi memilih qt, brrti qt sndirilah yg tlh mncipta lingkaran medan magnet hngga energi sepi trsedot dlm pusaran dn menikam qt. klo qt yg mmilih sepi. tntu ada klebihan riuh dlm diri ini yg merindu sepi. riuh bisa hadir dr ktakseimbangan emosi yg saling mencarut yg qt sndri pun tak mmpu menguraix kmbali dn qt pun trhanyut d keruhx. bila sepi mang kiriman, bisakh qt mnghibur sepi ato qt yg trhibur sepi?!.. mang ada sih yg mmpu mnerima sepi dg sukacita hngga ia pun mrasa ada keriuhan dlm sepi. ada pula yg mrasa excited dg sepi. bagix sepi adalh santapan brgizi. sehari tnpa (ber) sepi bak dehidrasi. wajah kuyu pucat pasi, urat melunglai tak mmpu mmbopong telulang. bhkan dlm kasus trtentu ada yg tlh mncapai maqom addicted sepi. lupa knsumsi sepi, kejang2 pasti. ruh tak ubahnya mau lepas dr ubun2. hmm,, sepi, sepi.
semoga ini bkn epidemik sepi. hngga q pun turut trinjeksi trinfeksi sepi.
sepi.. sepi.. sepi..
Read More......