Maret 13, 2009

Meta Rostiawati, Pimpinan CSR Distribution PT. HM. Sampoerna

Poros penting lahirnya Taman Belajar Masyarakat (TBM)

“Kami Sangat Concern Dengan Generasi Penerus”


Sangat welcome, begitulah kesan pertama saat Jendela Pustaka berhasil menemuinya. Body language dan gaya tutur pimpinan CSR (Corporate Social Responsibility) Distribution PT. HM. Sampoerna ini semakin menegaskan imej enerjik dan kooperatifnya karakter mayoritas personil yang berada di bawah divisi yang dipimpinnya.

Terlahir dengan nama Meta Rostiawati, bungsu dari empat bersaudara dari pasangan ayah betawi dan ibu sunda ini menghabiskan masa kecil dan pendidikannya di Jakarta. Uniknya, komunikasi sehari-hari yang dipakai keluarganya lebih banyak menggunakan bahasa yang dipakai ibunya, bahasa sunda. Sebuah piranti komunikasi yang sulit ditemui di Jakarta, basecamp-nya etnis betawi yang rata-rata menggunakan dialek betawi maupun bahasa prokem.

Merasa dibekali karunia kemampuan sekaligus “hobi” berhubungan dengan orang lain, neng geulis kelahiran Jakarta 17 Mei 1976 ini melanjutkan studi S1 komunikasi di UI (Universitas Indonesia) Jakarta. Demi pendalaman bakat yang dimiliki dan menimba pengalaman, eksekutif yang sesekali melontarkan kepiawaiannya cas cis cus bahasa inggris di sela obrolannya ini juga mengambil D1 manajemen bisnis di Management Development Institute of Singapore, Singapura.

Ranah kerja diterjuninya semenjak tahun 1998 sampai penghujung 2001, baru pada tahun 2003 perempuan yang masih single ini memantapkan hatinya bergabung dengan perusahaan yang sampai sekarang ditekuninya, PT. HM. Sampoerna. Di perusahaan inilah dia ikut punya andil besar dalam melahirkan Program Pustaka Sampoerna (PPS). Karena di tangan eksekutif yang berkantor di Jakarta ini semua kebijakan strategis diputuskan. Dari sosok sentral decision maker di divisi CSR inilah maka kemudian masyarakat bisa memanfaatkan keberadaan TBM dan STO yang telah eksis di Kota Surabaya dan Pasuruan.

Dalam lingkungan kerjanya, boleh dibilang pimpinan CSR yang secara struktural membawahi dua divisi, divisi Community Development dan divisi PPKS (Program Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna) ini adalah sosok eksekutif muda yang sangat menikmati profesinya. Dalam menyikapi dunianya, Meta, panggilan akrabnya, tidak ingin melewatkan waktu kerjanya tanpa menyertakan rasa cintanya. Menurutnya, menjalani delapan jam kerjanya di salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia ini tanpa menjiwainya sama saja mengundang stres. Maka jangan heran jika dalam kesehariannya nampak selalu enjoy. Lagipula pemicu stres baginya dipandang bukan sebagai problema, melainkan bagian dari warna hidup yang bisa memperindah harinya, dan justru bisa memacu kinerja hidupnya untuk lebih berkualitas.

Mengenai kepeduliannya tentang dunia pustaka tak bisa diragukan lagi. Divisi CSR yang dinakhodainya ini sangat getol dengan masa depan generasi penerus. “PBAS (Program Bimbingan Anak Sampoerna) memang kami tujukan khusus antara lain kami sangat concern dengan generasi penerus. Jadi prinsipnya adalah, bimbingan kita, masa depan mereka” tegas perempuan bookaholic yang selalu merasa miris dengan keberadaan gedung perpustakaan yang ada di sekolah.

Tantangan awal program PBAS ialah menekankan pada pemberdayaan anak sekolah serta mereformasi mindset sekolah tentang kepustakaan yang selalu termarjinalkan. “setiap kami berkunjung ke sekolah, kami melihat ruang perpustakaan masih ditempatkan di pojok tersembunyi dari gedung lainnya. Ruangannya jorok, gelap, pintu tak tergembok, lemarinya rusak tak teratur. Maka kami berusaha mendahulukan merubah cara pandangnya dan membekali anak sekolah dengan ilmu kepustakaan. Cara pengklasifikasian buku, misalnya” terang perempuan yang mengaku selalu tidak lupa membawa buku, genre apa saja, ke manapun dia hang out dengan hobi travellingnya.

Selang kurang lebih tiga tahun, perempuan yang baru saja menjadikan diving sebagai koleksi hobi barunya ini merasa ada sesuatu yang njomplang. “kami melihat anak-anak kesadarannya tumbuh, tapi para orang tuanya juga perlu disamakan minat bacanya, tingkat bacanya. Karena sering terjadi anaknya ada yang (suka) membaca, orang tuanya nggak. Jadi mereka sulit mendapatkan akses buku. Makanya mobil pustaka ini kami arahkan ke komunitas. jadi biar bisa penggunanya lebih luas lagi” paparnya menjelaskan sejarah cikal bakal perluasan programnya dari PBAS yang hanya menggarap segmen sekolah menjadi PPS yang merangkul kalangan lebih luas.

Bagi perempuan berambut sebahu yang memiliki filosofi hidup, it is good to be important but it is more important to be good (memang baik jadi orang penting tapi jauh lebih penting jadi orang baik, pen) ini menggeluti pekerjaannya di PT. HM. Sampoerna tak ubahnya seperti menimba ilmu. Banyak hal pengetahuan yang dia dapatkan dari sini sebagaimana dia dapatkan dari bangku kuliah. Makanya saat ditanya mengenai keinginannya melanjutkan S2-nya, perempuan yang berobsesi pensiun dini supaya lebih sering travelling ini tersirat keengganan untuk melanjutkan studi. “dalam waktu dekat ini gak ada rencana melanjutkan studi. Saya sudah merasa cukup. Karena banyak ilmu yang saya peroleh sambil bekerja di perusahaan ini. Sudah dapat ilmu, dibayar lagi.” tegasnya sambil terkekeh.



Meta dalam Data

Nama : Meta Rostiawati
TeTaLa : Jakarta, 17 Mei 1976
Pendidikan : SMPN 115 Tebet, Jakarta selatan
SMAN 8 Bukit Duri, Jakarta Selatan
S1 Komunikasi, Universitas Indonesia
D1 Business Management, Management Development Institute of
Singapore, Singapura.
Kerja : (1998-2000) Berlitz Language Center.
(2000-2001) Indo Pacific Reputation Management.
(2003-Kini) PT. HM. Sampoerna, Tbk.

0 komentar:

Posting Komentar